Ads 468x60px

Tuesday, February 05, 2013

Mendamaikan Agama dan Sains: Part 1


Selamat pagi untuk semua.

Sebelum jauh melangkah dalam diskusi ini, ijinkanlah saya membawa pemikiran dan angan-angan anda semua ke masa lalu pada masa kecil saya. Saya dibesarkan di desa kecil yang bernama Sumbul Pegagan. Kalau anda tidak mengetahui di mana tempat ini, tempat kami ini adalah penghasil kopi yang terkenal di Sumatra Utara, Kopi Sidikalang. Konon kabarnya kopi ini adalah kopi paling enak di dunia apalagi dengan kopi lawuknya.

Pada waktu kecil, teman-teman sebaya sering mempertanyakan: mana lebih enak apel atau mangga, mana lebih jago vespa atau motor trail, mana lebih kuat gajah atau raksasa, siapa raja hutan singa atau harimau atau ular naga, mana lebih hebat Muhammad Ali atau Simson …? Sering diskusi sampai ribut dan acapkali diakhiri dengan adu jotos. Pada waktu itu dalam pemikiran kami anak-anak yang sederhana, dari pilihan-pilihan jawaban yang ada hanya ada satu jawaban. Hanya ada satu yang “ter”… (terbaik, terkuat, terjago, terhebat, terbenar).

Pola pikir seperti ini ibaratnya seperti lingkaran hanya ada satu titik pusat sebagai jawaban. Kami belum mampu berpikir bahwa gajah kuat dalam hutan belukar, raksasa kuat dalam dunia perwayangan, Muhammad Ali jagonya dalam tinju, dan Simson jagonya dalam kisah biblikal. Pada hakekatnya tanpa kami sadari hampir semua pilihan-pilihan jawaban unggul tergantung pada domain masing-masing. Ternyata ada banyak jawaban untuk yang “ter…” sesuai dengan domain  masing-masing. Pola pikir seperti ini ibaratnya seperti ellips yang memiliki titik pusat lebih dari satu. Keandainya pada masa kecil, kami sudah menyadari bahwa jawaban dan kebenaran itu lebih dari satu, tidak perlu ada badan yang bonyok karena berantam, dan tidak perlu ada hidung yang berdarah karena ditonjok.

****
Perdebatan antara ilmu pengetahuan dan agama bukan hal yang baru. Agama dan Ilmu Pengetahuan muncul sebagai respons pada alam disekeliling manusia. Ilmu pengetahuan lahir sebagai konsekuensi kecerdasan manusia; ketika manusia menggunakan daya nalarnya untuk menangkap dan memahami fenomena alam. Sementara agama dan kepercayaan lahir dari pewahyuan, ilham, atau ketika manusia tidak memahami fenomena alam dan menyadari keterbatasannya. Dengan ilmu pengetahuan manusia berusaha menjelaskan fenomena alam yang sebelumnya dari sudut pandang agama sering sukar dipahami secara langsung. Sungguh kurang adil dan kadang tidak pada tempatnya jika selalu mengadu kebenaran ilmu pengetahuan dengan agama. Keduanya mempunyai dasar yang berbeda.

Mempertanyakan mana yang lebih benar :  apakah ilmu pengetahuan ataukah agama akan sangat membuang waktu dan energi. Keduanya memiliki dasar dan metode pamahaman yang berbeda. Yang perlu disadari seberapapun besar usaha yang dilakukan oleh ilmuwan untuk mengungkap rahasia alam semesta, penemuan yang diperoleh masih sangat kecil bila dibandingkan dengan apa yang sesungguhnya terjadi di alam ini, yang masih menjadi rahasia Ilahi.

Di sisi lain, dalam dunia Kekristenan sering terjadi ketidaksesuaian penjelasan tentang sebuah fenomena dengan keyakinan agama disebabkan oleh kesalahan pada penafsiran teks Alkitab. Ketidaksesuaian yang kadang berujung pada penolakan terhadap sebuah teori atau penemuan ilmiah. Contohnya:  dulu teori tentang bumi bulat mendapat tentangan keras dari sejumlah golongan yang meyakini bahwa bumi datar karena Tuhan “menghamparkan” bumi. (Yesaya 44:24) Kini semua sepakat bahwa maksud kata “menghamparkan” tidaklah berarti bumi datar karena pada kenyataannya ilmu pengetahuan telah membuktikan bahwa bumi memang bulat. 

Perdebatan pemikiran ilmu pengetahuan dan agama tak jarang bermuara pada sebuah pertentangan tajam. Sejarah dipenuhi contoh pemenjaraan, penghukuman, penyiksaan dan pembunuhan siapa saja yang memberikan teori yang tidak sesuai dengan ajaran gereja. Astronom Giordano Bruno dibakar hidup-hidup karena mengatakan bahwa bumi mengelilingi matahari. Copernicus di dakwa kafir dan diperintahkan membatalkan segala karya dan tulisan astronomisnya. Ia tidak mau dan dipaksa lagi dibawah ancaman disiksa. Lalu ia dihukum tahanan rumah dimana ia tinggal hingga akhir hayatnya. Teori Evolusi yang tertuang dalam bukuThe Origin Of Species adalah contoh nyata bagaimana sebuah ilmu pengetahuan dianggap melawan firman Tuhan dan mengancam agama. Kritik pedas tidak hanya ditujukan kepada teori evolusi, sosok Darwin pun dikecam keras dan dianggap  berusaha menyebarkan ateisme dengan kedok teori ilmiah. Kebenaran tuduhan-tuduhan tersebut mungkin hanya Darwin yang tahu.

Secara pribadi, saya mengimani sepenuhnya Allah sebagai pencipta (creator), penebus (redeemer) dan pemelihara (comforter) bagi ciptaanNya di bumi, tetapi saya menyadari bahwa metodologi ilmiah naturalisme saat itu masih menjadi acuan ilmu pengetahuan yang terbaik dalam menjawab pertanyaan tentang asal usul kenekaragaman kehidupan.

No comments: