Ads 468x60px

Wednesday, November 02, 2005

Peran Sosial Gereja


Angka pengangguran semakin besar, apalagi setelah kenaikan BBM membuat industri di negeri ini semakin sakit parah. Ini sangat memprihatinkan tetapi yang lebih memprihatinkan lagi adalah sikap Gereja yang seakan-akan tidak tau apa yang menjadi masalah dalam jemaat. Gereja yang jelas-jelas mendapat income dari perpuluhan dan persembahan anggota jemaat tidak melakukan suatu usaha untuk membantu kesulitan anggota jemaat. Sedikitnya sikap itu telah ditunjukkan bapak-bapak pendeta anggota milis ini yang diam saat sdr Jeffry Liuw memposting masalah mencari kerja.

Saya tidak bermaksud menghasut atau menjelek-jelekkan para pekerja dalam Gereja. Saya cuma kecewa sebab untuk kalangan anggota jemaat sendiri Gereja tidak mampu perperan sebagai pembebas sosial, sebaliknya lebih memainkan peran yang menina-bobokan kesadaran masyarakat dalam kepasrahan .[Dengan anggapan pengikut-pengikut Yesus memang harus menderita di dunia ini]. Pada milis gereja lain yang saya ikuti, anggota-anggota jemaat Gereja lain juga kecewa dengan sikap gereja mereka yang seperti ini. Gereja sering hanya bergumul dengan masalah doktrin dan masalah organisasi akibatnya gereja tetap fundamentalisme tdk berani bergerak keluar mengambil resiko mengambil peran sosial dimana gereja berpartisipasi dalam kehidupan jemaat.

Tetangga saya adalah Pendeta Gereja Last Day Sints (Mormon). Untuk mengurangi pengangguran anggota jemaatnya mereka menciptakan pekerjaan-pekerjaan yang menyerap tenaga kerja, seperti bengkel, thrift store, panti kerajinan tangan, dll. Anggota-anggota jemaat, menurut dia, disarankan untuk melakukan bisnis dengan sesama anggota Gereja Mormon. Saya tidak tau persis, katanya anggota Gereja Advent "Pembaharuan" juga mengajarkan pijat refleksi pada anggota jemaatnya supaya bisa kerja, sehingga tidak harus bekerja pada Hai Sabat.

Gereja tidak seharusnya hanya datang dengan anjuran untuk bersabar dan menerima apa adanya realitas kemiskinan. Masalah ini bisa direduksi dengan menggalang kekuatan yang sistemik dari anggota jemaat. Para tokoh agama tidak boleh hanya menyarankan sabar, menerima dan menanti keajaiban dari Tuhan. Jika demikian, Karl Max memang benar "agama memang tidak lebih sebagai candu".

Wednesday, October 19, 2005

Ekstrimitas akibat Frustrasi Sosial

Dalam setiap agama terdapat celah-celah paradoks dan kontroversi yang bisa dimanfaatkan kaum ekstremis. Sehingga beragama umat manusia sebaiknya tidak mengusung paradoks dan kontroversi itu, sebaliknya mencari persamaan dan titik temu agama yang satu dengan agama yang lain, dan titik temu itu berada pada dimensi kemanusiaan. Ideologi yang mengandalkan massa mayoritas yang selalu mengklaim direstui atau mengatasnamakan "Allah" untuk menghukum orang dan kelompok lain mengakibatkan Indonesia tidak pernah mentas ke alam demokrasi "ideal".
Dapat dimengerti bahwa terjadinya penutupan rumah ibadah oleh sekelompok masyarakat adalah indikasi frustrasi sosial. Rakyat merasa bahwa pemerintah gagal untuk menegakkan hukum dengan melihat mandeknya saluran peradilan di negeri ini. Rakyat kemudian merasa berkewajiban untuk menegakkannya sendiri pemberantaan korupsi dan kegagalan pemerintah lainnya. Padahal, premanisme berjubah agama yang sekarang merajalela di Indonesia tidak akan membawa Indonesia ke masa depan yang gemilang, melainkan akan tetap terpuruk dalam keterbelakangan dan lingkaran setan, korupsi, kudeta, kolusi lagi, kudeta lagi.
Thariq bin Ziyad dari Turki pada pemerintahan Ottoman, panglima Islam pertama yang menaklukkan Eropa, misalnya, melarang keras tentaranya menghancurkan gereja dan kuil Yahudi di daerah taklukan. Itulah sebabnya, ketika mereka menaklukan Eropa, banyak warga Eropa yang simpati kepada tentara Islam. Hal itu dilakukan pasukan Tharik yang baragama muslim. Sisa-sisa kejayaan Islam di Eropa masih dapat di saksikan di Turki dan di Spanyol.
Beberapa penutupan rumah ibadah, apakah itu gereja atau masjid milik salah satu aliran agama Islam, menunjukkan kedangkalan tingkat pemahaman agama yang dianut yang bersangkutan dan cenderung indikasi kelemahan intelektual. (Kalau otakmu lemah, keraskan ototmu). Ekstrimitas sebetulnya menunjukkan kementahan jiwa dan intelektual seseorang sebab ekstrimitas tidak pernah memecahkan masalah. Berpikir ekstrim adalah cara berpikir satu arah dan mengabaikan pikiran-pikiran orang lain. Padahal untuk mencari solusi suatu masalah, kita perlu menampung pikiran-pikiran orang lain.

Wapres-ku yang lucu

Memang menghadapi kenaikan BBM saat ini dibutuhkan kesabaran dan ketakwaan tinggi, tetapi disamping itu juga dibutuhkan orang-orang yang humoris yang dapat membuat urat saraf rakyat sedikit rileks. Walapun terkesan bodor, kocak dan bodoh, sedikitnya komentar-komentar mereka telah memberikan 'pelipur lara' pada rakyat yang semakin hari semakin berat beban yang ditanggungnya. Tidak tanggung-tanggung Wakil Presiden Republik Indonesia ternyata mengerti butuhnya dagelan yang lebih banyak di negeri ini. Berikut komentar-komentar beliau"
 
Liputan6.com: Wakil Presiden Jusuf Kalla mengaku tidak begitu pusing dengan kelangkaan elpiji yang terjadi di berbagai daerah. Sebaliknya, Kalla melihat kelangkaan tersebut sebagai suatu pertanda baik. "Berarti sudah ada perubahan pola konsumsi masyarakat, dari minyak tanah ke elpiji. Itu pertanda bagus," paparnya di Istana Wakil Presiden Jalan Medan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat, Jumat (14/10) siang.
 
Lucu kan ? Nih yang berikut:
Pemerintah menegaskan bahwa organisasi bernama Jemaah Islamiyah tidak pernah ada di Indonesia. Wakil Presiden Kusuf Kalla mengatakan, organisasi itu juga terkesan tidak memiliki bentuk yang jelas.  "Jadi bagaimana membubarkannya?" kata Wapres di Jakarta, Minggu (9/10), menanggapi permintaan Perdana Menteri Australia John Howard agar Indonesia menyatakan Jemaah Islamiyah sebagai organisasi terlarang.
 
Mungkin doi ingin supaya rakyat jangan panik (barangkali). Padahal menurut pemberitaan Detik.com  Jamaah Islamiyah dikomandoi dari Istana, walaupun info Detik.com masih bisa diperdebatkan, tetapi yang pasti Wapres telah memberikan komentar-komentar yang lucu pada rakyat.
 
Memang negeri ini butuh lebih banyak komedi dibandingkan politisi!
 

 

Keheningan

 

"Keheningan memberi kita satu pandangan baru tentang segala sesuatu. 
Kita membutuhkan keheningan untuk menyentuh hati."  
Bunda Teresa  dalam buku Wahyudin, Bidadari dari Kalkuta  
(2004), hal 177.

 

Saturday, October 08, 2005

Dampak Dana Konpensasi BBM

Minggu ini saya membaca buku Nutrition : Diet and Theraupetic yang menjadi textbook untuk mata kuliah Nutrisi. Pada bab tentang Diabetes dijelaskan bahwa penduduk Indian Azores di Arizona merupakan komunitas yang paling tinggi persentasinya mengidap penyakit diabetes, sekitar 90%. Data ini bertolak belakang dengan Indian Azores yang tinggal di negara Mexico. Indian Azores di Arizona diisolasi pemerintah AS dalam reservation dan mereka diberi tunjangan oleh pemerintah. Mereka secara rutin mendapatkan bantuan hidup dari pemerintah. Hal ini dilakukan sebagai "balas budi" pemerintah AS pada penduduk asli benua ini.

Ternyata hasilnya adalah hilangnya etos kerja dan kemandirian, dan akhirnya mereka menjadi masyarakat yang sangat tergantung pada subsidi pemerintah. Tradisi kerja keras dan kemandirian yang telah dimiliki secara turun menurun, hilang dalam waktu yang relatif cepat. Mereka yang menjadi malas bekerja, pecandu alkohol dan perjudian. Berburu, budaya asli Indian untuk mencari nafkah telah hilang sehingga orang Indian Azores kurang exercise, dan keadaan ini diperburuk dengan konsumsi makanan barat yang banyak mengandung Carbohydrate dan Fat. Hal ini memicu tingginya persentase obesity pada suku ini, yang pada gilirannya memberi konstribusi pada tingginya prosentase diabetes.

Studi menunjukkan bahwa dengan adanya program bantuan sosial yang bertujuan untuk menghilangkan kemiskinan justru membuat orang-orang miskin menjadi sulit untuk keluar dari lembah kemiskinan. Studi membuktikan bahwa para pengangguran yang menerima subsidi cenderung berubah karakternya menjadi pemalas, enggan mencari pekerjaan dan hilang sikap kemandiriannya. Bukan itu saja, kebiasaan mendapatkan subsidi juga telah menumbuhkan sikap "menuntut hak", yang tentunya sikap ini bertolak belakang dengan sikap pengorbanan dan tanggung jawab. Sikap menuntut ini akan menimbulkan rasa ketidakpuasan, dan menimbulkan rasa marah.

Saya berusaha percaya kepada maksud baik pemerintah bahwa tidak ada maksud pemerintah membuat warganya menderita. Namun, tindakan-tindakan yang dilakukan terasa kurang strategis dan substansial. Pembagian uang Rp 100.000 per bulan untuk keluarga miskin terkesan laksana memberikan ikan dan bukan pancing. Atau, seperti Sinterklas membagi-bagi hadiah. Kalau itu diteruskan untuk waktu yang lama, bukan tidak mungkin ketergantungan jenis baru akan tercipta.

Saya mengerti bahwa posisi pemerintah saat ini sangat dilematis. Tulisan ini hanya memberikan inspirasi bahwa untuk menghapuskan kemiskinan jangan sampai mencegah tumbuhnya sikap-sikap : bekerja keras, mandiri, belajar bagaimana bekerja dengan jujur, berkepribadian kuat, bertanggungjawab terhadap masa depan anak-anaknya, menjadi warganegara yang tertib serta patuh hukum.

Thursday, September 22, 2005

Dua Serigala

Alkisah ada seorang kakek berkata kepada cucunya: "Dalam diri saya ada dua serigala, yaitu serigala baik dan jahat. Serigala yang baik tidak pernah menyerang. Ia hidup damai dan tenteram dengan semua yang ada di sekelilingnya. Ia hanya menyerang kalau memang ia harus mempertahankan diri, dan itu pun dilakukannya dengan baik dan adil."

"Tetapi serigala yang satu ini, wah! Penuh dengan kemarahan. Kejadian sekecil apa pun pasti akan membuatnya marah. Ia membenci dan memerangi siapa saja, walaupun tanpa alasan yang jelas. Ia tidak pernah bisa berpikir jernih, karena rasa kebencian dan kemarahannya telah menguasai akal sehatnya."

Lanjut kakek, "Alangkah sulitnya hidup dengan dua jenis serigala yang ada di dalam diri kakek ini, karena keduanya berusaha untuk menguasai jiwa saya, dan saling bersaing." Kemudian sang cucu memandang kakeknya dengan penuh rasa ingin tahu, dan bertanya: "Serigala mana yang menang, Kakek?" Kakek menjawab dengan pandangan serius, "Yang menang tentu saja yang saya beri makan."

Kisah di atas memberikan inspirasi kepada anak-anak, yaitu kalau kita mengikuti nafsu kebencian, kedengkian, kemarahan, berarti kita sedang memberikan makan serigala jahat. Semakin sering kita memberikan makanan kepada serigala jahat, serigala tersebut akan tambah besar dan kuat badannya, dan ia akan menguasai jiwa kita, sehingga kita menjadi bersikap seperti serigala jahat. Sedangkan serigala baik, karena tidak pernah diberi makan, lama kelamaan akan lemah dan mati.

Tetapi kalau kita memilih untuk bersabar, memaafkan, berpikiran positif, dan menyayangi sesama, berarti kita sedang memberikan makanan kepada serigala baik. Semakin kita sering memberikan makan kepada serigala baik, serigala jahat akan kelaparan, dan lama-kelamaan tidak berdaya. Maka serigala baik akan menguasai jiwa kita, sehingga kita bisa menjadi seorang yang pemaaf dan penyayang, manusia yang dihiasi akhlak yang mulia yang selalu membawa kebaikan bagi sekelilingnya.

Jadi, ini semua bergantung pada pilihan kita; apakah ingin menjadi seperti serigala jahat yang selalu ingin berperang dan mengobarkan kebencian, atau sebaliknya, yang cinta damai yang kerap menyebarkan kasih sayang ke sesama manusia.

Tuesday, September 20, 2005

Liga Kompetisi Mendongkrak Jumlah Umat

Dalam beberapa minggu terakhir ini marak penutupan gedung-gedung ibadah Kristen di beberapa tempat di Jawa Barat dan Banten. Berita yang kami dengar di Sacramento bahwa aksi ini dimotori oleh Aliansi Gerakan Anti Pemurtadan (AGAP). Peristiwa seperti ini mudah dianggap sebagai "konflik" Kristen dan Islam sehingga banyak orang menjadi gelisah mengenai masa depan bangsa kita, ketika aksi-aksi penutupan gedung-gedung ibadah berlangsung terus.
 
Aksi-aksi itu dilakukan oleh kelompok-kelompok yang bukan alat-negara. Ada kesan, bahwa setiap orang atau kelompok boleh saja mengambil tindakan terhadap orang atau kelompok lain yang tidak disenanginya, atau yang dianggapnya tidak memenuhi aturan-aturan yang berlaku. Kalau kecenderungan ini terus berjalan, bukan tidak mungkin negeri kita akan terjerumus ke dalam chaos dan anarkisme.
 
Saya menangkap bahwa penutupan gereja ini adalah sekedar dalih untuk mengerem pertumbuhan umat Kristen. Menurut Muhammad Mu'min pimpinan AGAP pada Laporan Utama Majalah Tempo Edisi 11 September 2005 bahwa aksi mereka adalah merespons munculnya gereja liar yang subur di Indonesia. Menurut Mu'min Kristenisasi dilakukan dengan iming-iming uang dan bantuan lain. Menurut catatan kami, bubuhnya, beberapa tahun terakhir ini sudah lebih dari 10 ribu orang Islam di Jawa Barat yang pindah ke Nasrani. Ini harus dilawan.
 
Agama-agama saat ini entah itu Kristen,  Islam atau Yahudi sudah terjebak dalam kompetisi mendongkrak jumlah pengikutnya dengan cara-cara seperti orang jualan jamu di pasar malam. Orang gemar berteriak: ”Agamaku yang nomor satu. Agama orang lain sesat dan keliru”. Konyolnya, jualan jamu itu sering disertai dengan kebencian pada umat beragama lain. Suara-suara bising penuh marah dan kebencian pada umat beragama lain itu sering disuarakan dari mimbar di tempat ibadah.  Akibatnya tempat ibadah sering dijadikan sebagai pasar untuk menyebarkan kebencian. Sering kebencian atas umat lain disertai dengan legitimasi seolah-olah hal itu merupakan kehendak Tuhan sendiri. [Baca]

Seharusnya tempat ibadah bukan semakin memisahkan manusia dalam sekat-sekat kebencian tetapi menjadi penyebar semangat kemanusiaan. Tempat ibadah harus pro kemanusian sehingga Tuhan berkenan tinggal di dalamnya. Ebiet G Ade pernah bernyanyi :”Tuhan ada di sini, di dalam jiwa ini, bercermin dan banyaklah bercermin”. Entah bagaimana Tuhan  melihat kompetisi ini.

Wednesday, August 10, 2005

Pluralisme dalam Jemaat

Sabat yang lalu saya bertemu dengan salah satu delegasi Indonesia untuk Rapat General Conference yang baru saja di selenggarakan di St Louis. Teman itu cerita bahwa adanya persaingan antar suku di MAHK Indonesia untuk menduduki jabatan-jabatan tertentu dalam organisasi. Kelompok dari Tapanuli berusaha mendominasi posisi-posisi strategis dalam gereja. Sikap ini memicu ketidakpuasan kelompok etnik lain. Keadaan ini diperburuk lagi dengan adanya kelemahan managemen pada tingkat pimpinan gereja dan beberapa kaum awam dalam gereja yang memang haus akan popularitas.

Monday, July 25, 2005

Agama dan Sisi Kemanusiaan

Pada bulan ini kita mendengarkan berita-berita pengeboman yang merenggut jiwa ratusan orang. Tanggal 7 Juli terjadi pengeboman di subway kota London, beberapa hari kemudian terjadi serangkaian bom juga di kota yang sama, kemudian disusul dengan pengeboman di Sharm el-Sheikh yang merenggut nyawa sedikitnya 88 orang. Hingga saya menulis ini hampir semua sumber informasi menuding Taliban dibalik serangkaian peristiwa ini. Padahal kota London dikenal sebagai kota yang paling ramah dengan umat Muslim di Eropa , dan Sharm el-Sheikh merupakan kawasan wisata favorit di Laut Merah, lokasi tersebut sering dipakai sebagai lokasi konferensi dan pertemuan damai antara para pemimpin Timur Tengah dan negara-negara Barat. Pertanyaannya apa yang sedang dicari pelaku pengeboman itu?

Agama pada dasarnya mengajarkan kebaikan, tetapi tafsiran pada agama sering justru menghasilkan kejahatan. Sehingga, seseorang yang mengatasnamakan agama dalam perilakunya sering tak pernah ada kesadaran bahwa perbuatan yang dilakukan adalah sebuah kejahatan. Lebih jauh lagi, ada suatu keyakinan yang ditekaankan dalam beberaga agama bahwa kematian akibat sesuatu dilakukannya atas nama Tuhan justru akan menghantar mereka menuju surga.

Dalam Berita Utama Kompas tanggal 9 Oktober 2003 diberitakan begitu dijatuhi hukuman mati di depan sidang kasus bom Bali Imam Samudra, langsung memekikkan gema takbir "Allahu Akbar, Allahu Akbar". Tidak pernah ada sikap atau perasaan menyesal sekalipun dari Imam Samudra atas perbuatan yang telah dilakukannya. Sebelum meninggalkan ruang sidang, Imam Samudra kembali meneriakkan takbir dan mengacungkan jempolnya kepada pewarta foto.

Lebih lanjut, Kompas tanggal 11 Oktober 2003 menulis Abdul Azis alias Imam Samudra (33) mengaku bahwa dirinya sama sekali tak gentar atau takut menghadapi ancaman hukuman mati. "Saya tidak takut dihukum mati, karena apa yang selama ini saya lakukan telah berada di jalan Allah, dan sesuai dengan ajaran Islam," kata Imam Samudra saat menyampaikan pledoinya. Namun demikian, Imam mengakui pada kenyataannya memang ada kaum muslim dan orang Indonesia yang lain, yang juga ikut menjadi korban dari ledakan bom di Kuta. "Untuk ini, saya mohon maaf," tambahnya.

Dengan mudah Imam Samudra meminta maaf bagi orang-orang yang ikut jadi korban, seolah-olah itu sudah merupakan harga yang wajar untuk sebuah perjuangan. Ini adalah sebuah titik balik kehidupan di mana kemanusiaan telah mati. Manusia sudah mencapai suatu pemahaman bahwa surga bisa dicapainya melalui perjuangan-perjuangan yang mengorbankan nyawa orang lain. Kebaikan jenis ini sudah sampai pada titik dimana kemanusiaan tidak berarti apa-apa lagi. Semua agama pada dasarnya begitu lekat dengan sisi kemanusiaan, tetapi seiring perjalanan waktu, tafsir-tafsir pada ayat-ayat Kitab Suci acapkali membuat sisi kemanusiaan lenyap dari agama.

Tahun lalu teman saya masuk penjara imigrasi di Amerika Serikat, secara kebetulan pada hari yang sama saya bertemu dengan seorang ibu tokoh gereja yang saya kagumi. Kemudian saya jelaskan bahwa teman saya masuk penjara, untuk mengeluarkannya dibutuhkan uang $15.000 padahal dia tidak punya keluarga di sini. Tidak duga, ibu tersebut memberikan respons yang membuat saya kaget, dia katakan bahwa memang sudah sewajarnya kalau melanggar peraturan negara akibatnya masuk penjara. Yang penting bukan untuk mengeluarkannya dari penjara, tetapi pertobatannya yang penting, bubuhnya. Tanpa sedikitpun sedih atau iba dengan nasib yang dialami teman saya.

Bila hati nurani sudah hilang maka manusia tidak lebih sebagai boneka yang sedang dimainkan dalam drama kemanusiaan yang mati. Bila Tuhan hanya ditempatkan sebagai objek telaah teologi maka Tuhan hanya sebatas ilusi. Ilusi inilah yang menafsirkan tuhan-tuhan transenden yang kosong. Manusia hanya dapat menemukan Tuhan bila menyatu dengan hidup sesamanya dalam konteks kemanusiaan.

Thursday, July 14, 2005

Ngomong-ngomong tentang PKI

Ngomong2 ttg komunis, terus terang saya asli berdarah pancasila 100%. Bapak, Ibu, paman, embah, engkong semuanya tidak ada darah komunis. Tetapi orang-orang yang baru saya sebut tadi lancar menyanyikan lagu genjer-genjer (versi sumatra timur lagi). Bahkan ibu saya sering menyanyikannya kalau mengajar pelajaran PSPB. Mereka tau lagu genjer-genjer sebagai syarat dapat cangkol yang dibagikan dikelurahan tahun 1965. Cangkolnya bagus, asli buatan RRT menurut ibu saya. Lho kalau komunis bagi-bagi cangkol ya... baik dong... ya nggak?

"Nggak baik, PKI nggak benar", kata ibu saya. "Kalau PKI menang semuanya nggak beragama". Uhhh apa betul yang beragama lebih baik? Tapi karena saya adalah anak pancasila saya tidak berani membantah orang tua, takut dikatakan komunis. Sampai sekarang saya kagak tau komunis itu nggak benarnya dimana.

Bicara ttg komunis benar atau tidak sudah irelevant. Ya, orang-orang bilang antinya komunis adalah kapitalis dan agama. Tetapi dua yang terakhir ini juga adalah alat represif yang tidak mengenal batas kemanusiaan kalau disalah gunakan. Kapitalis, siapa yang kuat (pemilik modal) dia yang menang; makanya Amerika Serikat kaya raya pada saat yang sama Amerika Latin yang mensuplai kekayaannya kelaparan. Agama, saya tidak ahlinya tapi Taliban bisa jadi contoh, inquisisi di gereja-gereja abad pertengahan, dan daftar ini akan semakin panjang seiring dengan semakin tuanya bumi kita ini. Balik lagi ke komunis... ach nggak benar juga buktinya USSR dan Cina melarat juga, Kayaknya semuanya nggak benar...... atau Kayaknya yang benar itu bunglonisasi? (kalau ditempat ibadah jadi religius, ditempat kerja jadi kapitalis, di rumah jadi komunis, dikampus jadi ateis, dst)

Nabi Solaiman menulis dalam Alkitab sbb:"Dalam hidupku yang sia-sia aku telah melihat segala hal ini: ada orang saleh yang binasa dalam kesalehannya, ada orang fasik yang hidup lama dalam kejahatannya. Janganlah terlalu saleh, janganlah perilakumu terlalu berhikmat; mengapa engkau akan membinasakan dirimu sendiri? Janganlah terlalu fasik, janganlah bodoh! Mengapa engkau mau mati sebelum waktumu? Adalah baik kalau engkau memegang yang satu, dan juga tidak melepaskan yang lain, karena orang yang takut akan Allah luput dari kedua-duanya."

Selamat week-end teman-teman

Sunday, July 10, 2005

Agama Praktis Dalam Kehidupan Sehari-hari

Haji Said Agil Husin Al Munawar, seorang mantan pejabat tinggi Departemen Agama yang amat menguasai ilmu agama karena meraih doktor dalam bidang Syariah Islam dari Arab Saudi, dapat menghafal seluruh isi Al Quran, dan telah mengucapkan sumpah jabatan dengan nama Allah, ternyata telah melakukan pelanggaran yang tidak sesuai dengan perintah agama.
 
Prof. Dr. Nazaruddin Sjamsuddin, MA, Ketua KPU, seorang professor dan dosen senior Universitas Indonesia, pakar yang amat terdidik yang mendapatkan kehormatan dan kepercayaan penuh dari rakyat untuk duduk di KPU,  terlibat kasus korupsi. Tetapi mengaku tidak tahu ada larangan menerima apapun selama menjabat. Padahal Jerat yang dipakai KPK adalah UU 30 / 1971 tentang KPTPK (tahun tujuh hiji saudara-saudara!!) undang-undang yang sudah ada 34 tahun yang lalu. Okey katakanlah doi sudah lupa, karena tugas doi sebagai professor terlalu banyak yang harus dihafal, jangan lupa bahwa setiap pelantikan pejabat mulai dari eselon terendah ada sumpah dengan nama Tuhan, dengan Al Kitab suci di atas kepala. Biasanya ada bagian sbb: "Saya bersumpah/berjanji bahwa saya, untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam tugas ini, tidak sekali-kali akan menerima langsung atau tidak langsung dari siapapun juga suatu janji atau pemberian ". Sebenarnya doi tentunya pasti mengetahui betapa dilarangnya menerima kick-back dan memberikan suap, tetapi tidak mempunyai kemampuan untuk menolaknya.
 
Saya pernah tinggal di rumah seorang pendeta yang tidak pernah menyentuh Sekolah Sabat dan Buku Renungan Pagi sepanjang minggu kecuali Sabat Pagi atau kalau ada tamu yang datang ke rumah. Beliau tentu saja tau bahwa belajar Sekolah Sabat itu adalah sesuatu yang harus dipelajari setiap hari.
 
Saya juga pernah berbincang-bincang dengan beberapa mahasiswa yang baru saja menamatkan Sarjana Kependetaan dari UNAI. Pada waktu itu, salah satu dari mereka baru saja mendapat penempatan ke Sumatera Kawasan Selatan. Maklumnya sebagai seorang yang masih "segar" doi belum banyak tau kondisi menjadi pendeta muda. Kemudian dia tanyakan bagaimana mengambil hati Ketua Daerah (dengan bahasa B*** yang masih kental). Sebodoh-bodohnya saya yang tidak pernah kuliah di Fakultas Filsafat jurusan Kependetaan, pertanyaan yang kurang berhikmat ini tidak layak ditanyakan oleh seorang Calon Hamba Allah yang telah berkeputusan untuk melayani. Doi sedikitnya akan sedikit lebih rohani bila menanyakan bagaimana untuk membuat performansi kerja yang lebih baik.
 
Contoh-contoh di atas membuktikan, sekadar mengetahui moral baik dan buruk, bahkan sampai menguasai dasar filosofi moral, adalah tidak menjamin seseorang dapat menerapkannya dalam kehidupan nyata. Maksud dengan kutipan -kutipan di awal tulisan ini adalah sulitnya membangun karakter yang memerlukan latihan intensif, motivasi kuat, dan keteguhan hati untuk menolak tindakan buruk, dan gemar melakukan kebaikan.
 
Seorang dapat menguasai ilmu tentang etika dan moral, dan bahkan menulis bagaimana aplikasinya dalam kehidupan sehari-hari, namun tidak mampu untuk menerapkan etika dalam kehidupan nyata bila tidak melakukan latihan keteguhan hati.

Sunday, June 05, 2005

Dua Sisi Agama

Bermanfaatkah agama ? Atau tidak ? Apa hak saya mengadili kepercayaan orang lain? Saya tak ingin mencampuri kehidupan pribadi orang lain. Bila orang memilih untuk beragama, dan ini membuat mereka lebih baik, oke! Bagi orang-orang tertentu, agama itu amat penting. Bagaimana itu telah mengubah diri mereka. Membantu mereka menangani persoalan-persoalan sulit.
 
Ditinjau dari satu sudut pandang tertentu, tidaklah salah untuk mengatakan bahwa agama itu tak ada manfaatnya bagi kehidupan manusia. Fakta kekristenan telah berusia 2000 tahun lebih, iman Yahudi jauh lebih tua lagi, Islam sejak abad ke-5, demikian juga Budha dan Hindu sudah dikenal berabad-abad. Pertanyaannya: selama ribuan tahun itu, apakah dunia kita menjadi kian baik? Bumi kita kian sejahtera? Manusia-manusianya kian bijak, bajik serta berbudi? Kebanyakan orang akan mengatakan bahwa selama ribuan tahun itu dunia memang telah berubah semakin canggih dan manusia-manusianya semakin pintar, tetapi apakah manusianya semakin manusiawi ? Tidak ! Manusia-manusianya begitu-begitu saja dari dulu sampai kini. Mungkin tidak semakin bobrok, tapi jelas tidak pula semakin baik. Nah, bila ini pun adalah jawaban Anda, maka pertanyaan saya, agama itu apa manfaatnya?
Agama juga terbukti tak berdaya mencegah meluasnya ketidakadilan; tak mampu mencegah munculnya virus-virus rasial yang mematikan; tak kuasa mencegah terjadinya bencana, serta tak berdaya memadamkan api kebencian antar manusia. Atau Anda punya pendapat berbeda?

Pada saat yang sama, bila kita jujur dan objektif, kita juga tak mampu menutup-nutupi kenyataan bahwa dari masa ke masa 'agama' telah membawa berkat, hikmat, dan manfaat nyata dalam kehidupan milyaran manusia. Apa yang membuat orang-orang semacam Malcolm X, atau Martin Luther King, Jr., atau Mother Teresa, atau Mahatma Gandhi bisa melihat apa yang tidak kita lihat, serta berani menerobos tembok-tembok mitos yang sebelumnya dipercaya sebagai tak mungkin terobohkan? Apa lagi, selain 'agama' mereka?

Thursday, May 26, 2005

Ode untuk Generasi - X

 
"Hamil Tiga Bulan, Ibu Muda Gantung Diri. Dugaan penyebab kenekadan wanita muda itu karena kesulitan ekonomi yang membelenggunya. Beberapa siswa SD juga dikabarkan melakukan aksi serupa karena malu sekolah akibat orangtua tak bisa membayar SPP."
 
Hidup pada zaman yang serba mudah dan canggih ternyata memiliki tingkat kesulitan yang lebih tinggi. Beberapa di antara kita malah tak sanggup menyelesaikannya dan memilih jalan pintas : bunuh diri. Hidup seakan tak punya harapan. Menjadi anak zaman sekarang semakin sulit sebab lebih banyak yang harus dipelajari. Selain bertumpuknya kurikulum yang harus dikejar, juga semakin banyak pelajaran kehidupan yang harus dikenal sejak dini. Keceriaan anak-anak sering dikorbankan demi ambisi dan harapan orang tua yang berlebihan. Bahan ajar disekolah yang seharusnya mengajarkan langkah-langkah kehidupan sebaliknya membuat mereka kaku dalam menapaki kehidupan nyata.
 
Anak-anak generasi sekarang harus diajar dalam yang bahasa paling sederhana dan diberi pengertian agar mereka tak mudah putus asa. Mereka harus dilatih untuk memberi respons pada tekanan-tekanan dan berbagai persoalan yang mereka rasakan. Ibarat terhalang tembok tinggi padahal mereka harus berada di seberangnya, anak-anak harus diajari mencari jalan keluar. Ajak mereka berpikir, kita bisa melompati tembok itu dengan bantuan sebuah tangga, atau ada seutas tali untuk memanjat, atau ada jalan lain untuk memutar. Bukannya  berkutat di depan tembok yang keras dan konyol, atau bertindak bodoh dengan membenturkan diri ke tembok yang keras karena itu akan sangat menyakitkan. 

Wednesday, May 25, 2005

Makanan bagi Jiwa

Bagian yang paling menakutkan dan sekaligus menyulitkan adalah menerima jiwa sendiri secara utuh, dan hal yang paling sulit dibuka adalah jiwa yang tertutup.
 
Perkembangan jiwa anda tergantung pada apa yang anda beri padanya. Jiwa itu harus dirawat dengan menjalani kehidupan secara bertanggung jawab. Dengan jiwa ini pulalah, anda melakukan pilihan hidup bahagia. Kunci kebahagiaan adalah penerimaan pada diri sendiri. Kebahagiaan bisa dibuat dengan tidak menuntut apapun pada orang lain, tetapi memberikan apa yang bisa diberikan kepada orang lain.
 
Ketika anda hanya berfokus pada kekurangan diri anda maka hal itu akan menutup pikiran anda. Anda perlu sejenak melihat sekeliling anda dan melihat orang-orang yang tidak seberuntung anda dan anda perlu merenung apa yang orang lain akan kenang saat anda mengakhiri hidup dunia ini.

Anda dapat mendengarkan intuisi sendiri sehingga bertindak sesuai nurani dan menghasilkan apa yang anda inginkan dalam hidup. Hadapi hidup dengan tabah karena orang-orang beruntung bukan tidak pernah gagal, atau tidak pernah ditolak, juga bukan tidak pernah kecewa. Orang yang sukses itu sebetulnya adalah orang yang  belajar dari kegagalan.
 
Maka bersyukurlah, dan berbahagialah...!
Jangan menjadi pengeluh, penggerutu, penuntut abadi. Sebaliknya bijaksanalah untuk bisa selalu think and thank dalam segala hal sebab jiwa anda bergantung pada apa yang ada beri padanya.

Tuesday, May 24, 2005

Monday, May 23, 2005

Untuk kaum Betina

Penggunaan kata Wanita sudah diterima secara umum sebagai pengganti kata Perempuan di Indonesia dan juga dimana saja ada orang kita. Tidak ada orang yang offended kalau kita panggil wanita, malah merasa bangga karena istilah itu kebanyakan dipakai buat pengganti kata perempuan.

Tapi tahukah anda arti sebenarnya dari kata itu? Kata "Wanita" berasal dari kata "Betina" yang sering dan seharusnya dipergunakan untuk indikasi gender makhluk cintaan Tuhan yang derajatnya lebih rendah. Sedangkan perempuan berasal dari kata "puan" yang berarti tuan, ditambah awalan dan akhiran per-an.

Anehnya rata-rata perempuan mau dipanggil sebagai wanita malahan tidak segan-segan menyebut diri sendiri sebagai wanita. Pantaskah anda hai kaum hawa disebut sebagai betina ?

Saturday, May 21, 2005

Antara Reaksi dan Kenyataan

Orang jelek akan marah sekali kalau dikatakan jelek. Demikian juga orang miskin akan marah bila dikatai miskin. Sebaliknya orang yang benar-benar cantik akan tertawa saja kalau dikatakan jelek, demikian juga orang yang benar-benar kaya. Dapatkah anda bayangkan apa reaksi Cindy Crawford kalau katakan dia jelek? Atau reaksi Bill Gates kalau dikatai sebagai orang miskin?

Jadi, bila anda bereaksi negatif tehadap tuduhan, omongan, rumor bahkan gosip yang ada disekitar anda sedikit banyaknya berita itu ada benarnya. Anda tidak akan menanggapi serius suatu rumor yang benar-benar jauh dari kenyataan bagaimana anda sebenarnya.

Setelah Meraih Bintang

Orang Bijak berkata : "Gantungkan cita setinggi bintang." Pernahkah anda berpikir, apa yang akan terjadi bila sudah mendapat bintang itu?

Ketika anda meraih bintang barulah anda sadari bahwa tidak ada sesuatu di bintang. Tetapi bila anda belum meraih bintang tentu anda tidak akan pernah tahu bahwa sesuatu tidak ada di sana.

Bila anda meraih bintang ...

Anda akan tau sesuatu yang orang lain tidak mengetahuinya sehingga anda merasa puas dengan apa yang anda capai dalam hidup.
Anda menghabiskan waktu untuk sesuatu yang sia-sia, dan pada akhirnya anda akan kecewa sebab telah melewatkan kesempatan-kesempatan yang indah hanya untuk meraih sesuatu kehampaan.


Bila anda tidak meraih bintang ...

Anda menghemat waktu dan energy yang anda miliki. Anda enjoy dalam hidup dan tidak perlu hidup terlalu ngoyo.
Anda akan selalu penasaran dengan sesuatu yang tidak pernah anda raih, yang tidak pernah anda ketahui, dan pada akhirnya anda akan kecewa karena mensia-siakan kesempatan-kesempatan yang berlalu yang tidak pernah anda manfaatkan untuk meraih bintang.

Sunday, February 20, 2005

Konflik dalam Pernikahan


"RASANYA saya sudah memenuhi tanggung jawab saya sebagai suami. Saya menyediakan rumah tinggal, saya memberikan belanja bulanan, saya mau membantu pekerjaan rumah tangga manakala istri membutuhkannya." Demikian ungkapan kebanyakan suami yang bersedia mendampingi istri yang merasa memerlukan konseling perkawinan bagi perbaikan relasi suami istri.
"Saya heran, apalagi sih yang menjadi permasalahan istri saya, bagi diri saya semua berjalan cukup baik, dan tidak ada yang perlu diributkan lagi. Istri saya selalu mengatakan saya kurang komunikasi, padahal saya sudah mengatakan apa yang saya inginkan. Bila kemudian ia memaksakan kehendaknya, ya silakan saja, tetapi jangan salahkan saya kalau akhirnya saya juga memutuskan sesuatu tanpa persetujuannya, toh saya sudah mengomunikasikannya sebelumnya." Demikian lanjut para suami tersebut.

Dari ungkapan tersebut terasa ada jurang pemisah yang kurang dihayati pihak suami, sementara dari pihak istri merasa sering terkaget-kaget melihat reaksi/respons suami yang kurang dipahami atau di luar dugaan istri.

Keluhan istri atau protes istri akhirnya akan menjadi awal suatu pertengkaran, dan untuk menghindari pertengkaran biasanya istri atau suami memutuskan untuk terdiam seribu basa, tanpa membuka kesempatan penyelesaian konflik secara tuntas. Satu pasangan akan terdiam seribu basa karena merasa ungkapan/keluhan yang diutarakan hanya akan sia-sia saja. Kita bisa bayangkan pengaruh timbal balik berlanjut sebagai akibatnya.

Kemungkinan terbesar yang akan berkembang dalam kehidupan keluarga selanjutnya adalah terciptanya apatisme dari masing-masing pihak, dengan peluang paling ekstrem adalah bahwa masing-masing pasangan membina dunianya masing-masing. Kehidupan suami istri mejadi terasa rutin, menjenuhkan, dingin serta membuat kedua pasangan merasa tidak bahagia, karena inti keluarga penuh kasih terkikis sedikit demi sedikit, masing-masing sibuk sendiri, dan relasi intim antarpasangan pun pudar, hubungan antarsuami istri hanya sebatas pemenuhan tampilan sosial sebagai pasangan perkawinan. Iklim relasi semacam itu akan dengan sendirinya diperparah terkikisnya ketertarikan erotis-seksual di antara pasangan yang menurunkan bahkan memadamkan keinginan kedua pasangan untuk menjalin relasi intim suami istri.

Salah satu esensi dasar kehidupan perkawinan yang hilang tersebut akan mengimbas terhadap kesediaan antarpasangan untuk berbagi dalam berbagai permasalahan hidup lainnya. Perkawinan pun menjadi hanya sekadar pemenuhan formal tuntutan peran sosial.