Ads 468x60px

Thursday, September 21, 2006

Selimut Ketakutan di Balik Meja Perjamuan Suci

Saya baru baca artikel Newsweek ini :The New Naysayers .Bagus! Maksud ku bagus debatnya. Mengenai ateisme khususnya diskusi dengan tokoh sains yang mumpuni saat ini. Aku sendiri, nggak bisa ngasi tanggapan apa-apa. Cuma mau berterima kasih aja atas komentar terhadap tulisan "The New Naysayers" itu. Keren pisan euy!

Terhadap pertanyaan "If there is no God, WHY BE GOOD?" - respon Dawkins sangat menarik: "Do you really mean the only reason you try to be good is to gain God's approval and reward? That's not morality. That's just SUCKING UP!"

****

Minggu-minggu belakangan ini, pendekar-pendekar sakti di milis AI pada demonstrasi ilmu jingkang, totok, entah apalah pokoknya membuat aku yang keroco ini terkagum-kagum. Diskusi tentang Perjamuan Suci : pria dan perempuan berpasangan dalam pembasukan kaki, keikutsertaan anak-anak dalam perjamuan, anggurnya harus wine asli atau tidak, wealah pokoknya serulah....! Sesudah aku tutup layar komputerku, aku berpikir: Untuk apa ya... di diskusikan? Apa supaya tidak berdosa? Takut Tuhan marah kalau melakukan perjamuan suci tidak sesui dengan apa yang Tuhan mau? Oalah... pusing aku.

Otak kita sejak lahir telah diprogram agar kita selalu ingin menjadi yang "terkasih", yang "terbenar" yang "terbaik" pokoknya semua yang "ter--- lah". Sehingga agama, ideologi dan praktika religi yang kita anut sering menyebabkan kita menjadi lebih benar, dan pada gilirannya arogan. Lebih jauh lagi, pemrogaman yang kita terima menyebabkan kita cenderung memandang lewat kaca mata sempit kita, cenderung mempersonifikasikan Sang Pencipta,sehingga kita merasa Dia perlu dilindungi, Dia perlu dijaga agar tidak marah, perlu dipuji puja agar Dia senang, agar kita bisa dijadikan sebagai anak kesayangan-Nya.

Kembali ke artikel Newsweek di atas, kadang aku pikir, saya jadi orang baik karena : F E AR !!. Fear of being alone. Fear of rejection. Fear of not being love. Fear of being lost. Fear of sins. Fear of hell. Fear of God. Fear of being punished, fear of being kicked to the hell!!! Fear of all the things we don't know... Mungkin pendekar-pendekar sakti di milis IA ini debat:"We are being good, because we LOVE God!". Are you sure? Kalau Tuhan kagak ada masih mau jadi orang baek? atau Kalau Tuhan katakan "Sampeyan baek, 1/2 baik, atau tidak baek sama sekalian semua masuk Sorga? Apa tetap masih mau baek juga? Mirip-mirip syair lagu John Lenon: "Imagine there's no heaven, It's easy if you try, No hell below us, Above us only sky, ..... No religion too, ..." In simpler terms, imagine there's no God." Kalau ngana tetap jadi orang baek walau Tuhan kagak ada, pertanyaan selanjutnya apa yang memotivasi ngana supaya jadi orang baek?

Aku kagum sama orang-orang pinter yang berani mencari berbagai jawaban terhadap berbagai pertanyaan yang memang jadi PR kita! Jadi kalok - misale- Kok Sammy udah bisa meyakinkan "jingkang, salto, siu-lo-im-sat-kang" tingkat kesembilan, jangan lupa member AI banyak yang masih baru belajar ngatur nafas aja, atau bahkan lebih banyak lagi yang baru mulai belajar lari-lari. Golongan yang belakangan ini lebih sering milih jadi sekadar "daun jatuh" yang mengalir ke mana arus air sungai mengalir... Sedang aku? Aku cuma ngalor-ngidul, mungutin sampah sesudah pesta "debat" selesai. Terhadap banyak pertanyaan yang muncul di kehidupan ini, jawabanku masih dan
masih saja - kebanyakan adalah: KAGAK TAU

Monggo, silakan teruskan diskusinya. Aku pengin selonjoran lagi sebelum mungutin sampah "pesta" yang berikut.

Saturday, September 16, 2006

Memahami Rahasia Ilahi


Ayah saya meninggal dunia tanggal 10 September yang lalu setelah mengalami Cerebrovascular Accident. Sebelum ayah meninggal dunia, saya dan istri berdoa agar dapat melihat ayah walau untuk yang terakhir kalinya. Tetapi Tuhan memiliki rencana lain. “Dimana Tuhan ketika saya berdoa untuk kesembuhan ayah? Bukankah dia berjanji akan memberi kalau diminta?”

Pertanyaan-pertanyaan seperti itu sering kita tanyakan ketika mengalami malapetaka. Dimana Tuhan ketika gempa bumi dahsyat, tsunami, banjir besar, tanah longsor, bom dan terorisme, lumpur panas, dan busung lapar? David Hume, filsuf abad ke-18 pernah bertanya, "Adakah Allah bermaksud mencegah malapetaka tetapi tidak sanggup? Berarti Dia tidak Mahakuasa. Atau adakah Ia mampu, tetapi tidak mau? Itu berarti Allah tidak Mahakasih.”

Tentu saja jawaban-jawaban "mudah" sudah tersedia. Ini adalah hukuman. Ini adalah azab yang mesti dijalani manusia berdosa. Mungkin saja jawaban-jawaban itu ada benarnya. Tetapi pertanyaan selanjutnya adalah, mengapa Allah menghukum orang-orang yang baik?

Di dalam teologi Kristen, ada suatu prinsip dimana Allah selalu diaggap baik Di dalam menghadapi malapetaka dan kejahatan, Allah tidak dapat dipersalahkan. Memang di dalam kebaktian-kebaktian penghiburan ketika orang mengalami malapetaka, demi tujuan pastoral, cara berpikir ini mungkin menolong. "Allah tentu mempunyai maksud baik," demikian selalu dikatakan. Boleh jadi juga orang merasa terhibur.

Pertanyaan-pertanyaan yang, kendati tidak secara verbal ditanyakan ini, sesungguhnya tertanam di dalam sanubari setiap orang. Pertanyaan ini menghujam kepada pertanyaan mengenai eksistensi Allah sendiri. Pertanyaan ini tidak sederhana jawabannya. Atau barangkali tidak pernah ada jawabannya yang logis.

Melihat kegagalan logika menjawab pertanyaan ini, Karl Rahner, seorang teolog Katolik menyimpulkan,“Kita mesti belajar untuk menerima hal-hal yang tidak terpahamkan sebagai bahagian dari tidak terpahamkannya Allah sendiri. Allah mengizinkan malapetaka dan kejahatan untuk ada di dalam dunia, yang alasannya hanya diketahui oleh Allah sendiri.”

CS Lewis yang pernah menanyakan pertanyaan eksistensi ini, justru baru "mampu" memberikan jawaban ketika mengalami sendiri penderitaan pahit dengan meninggalnya sang istri. Berdasarkan pengalaman itu, ia menulis satu buku berjudul A Grief Observed. Melalui buku itu ia mengatakan bahwa jawaban-jawaban, apalagi yang bersifat teoritis-akademis, tidak pernah dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan yang mengenai keberadaan manusia dan posisi Allah di dalam konteks malapetaka.

“Hal-hal yang tersembunyi ialah bagi TUHAN, Allah kita, tetapi hal-hal yang dinyatakan ialah bagi kita dan bagi anak-anak kita sampai selama-lamanya, supaya kita melakukan segala perkataan hukum Taurat ini." Ulangan 29:29

Kematian memang selalu jadi misteri. Selamat jalan Bapak ! Beristirahatlah dengan tenang sampai kita bertemu lagi.