Ads 468x60px

Tuesday, July 04, 2006

Jusuf Kalla dan Urusan Syahwat

Saya kaget dengan pemberitaan The Jakarta Post 06/29 di forum pertemuan resmi dimana wartawan2 domestik maupun luar negeri berkumpul. Artikel dengan judul "VP moots using women in Arab tourism push" memberikan kesan bahwa Wakil President Jusuf Kalla mendukung dan bahkan mendorong perempuan-perempuan Indonesia untuk "dikawin kontrak" oleh lelaki Arab - supaya ada perbaikan keturunan. Apakah JK tidak tau kalo "kawin kontrak" ini cuma akal-akalan lelaki Arab hidung belang - yang kagak mau bayar mahal untuk ongkos syahwatnya!!


Usul tersebut bersifat melecehkan harkat dan martabat para janda khususnya dan kaum perempuan pada umumnya karena eksistensi kemanusiaan perempuan direduksi semata soal materi melalui transaksi seksual sesaat melalui perkawinan bawah tangan yang merupakan praktek ilegal di mata hukum nasional.

Tapi setelah dipikir-pikir apa yang dikatakan JK, sebenarnya doi hanya mengatakan apa yang memang sudah terjadi dan bukan menganjurkan untuk terjadi. Sudah banyak orang yang tahu bahwa banyak orang Arab datang ke Puncak untuk berwisata 'seks". Juga sebuah kenyataan bahwa banyak wanita di daerah tersebut memilih jalan hidupnya dengan "menjual" dirinya. Wanita-wanita di Puncak mungkin tidak merasa terhina, bahkan mungkin senang dan gembira bahwa dia bisa hidup layak karena uang yang diberikan oleh si wisatawan seks tersebut. Yang tentu bayarannya lebih besar daripada wisatawan lokal. Kenyataan yang ada di lapangan adalah banyak rakyat kita sedang susah bahkan untuk bertahan hidup, kalau kita tak mampu memberikan bantuan, setidaknya berikan kebebasan bagi mereka untuk berusaha bertahan hidup selama tidak melanggar aturan dan hukum.

Tapi tunggu dulu kalau mau jujur sih, berita ini adalah indikasi kebobrokan moral JK yang jadi refleksi sebagian masyarakat Indonesia yg menghalalkan apa saja untuk urusan perut. Pernyataan JK ini tidak banyak berbeda dengan germo yang tanpa merasa bersalah apalagi berdosa menyediakan pelacur demi menyambung kehidupannya. Seorang pemimpin bangsa diharapkan lebih berfikiran jernih, lebih panjang dari pikiran germo.

Insiden ini juga mengingatkan kepada femonena ketidakpercaya dirian bangsa Indonesia terhadap bangsa lain. Bila seorang pejabat publik sampai menganggap keturunan Indonesia masih kurang baik sehingga harus "diperbaiki" dengan gene Arab, mau dibawa kemana bangsa ini? Saya tidak tau kenapa gene arab begitu "populer". Kok ya perbaikan keturunan mesti milih gene Arab.

Kejadian ini juga sebenarnya menjadi satu peringatan mengenai kualitas elite politik dan pejabat yang dimiliki oleh Indonesia saat ini. Elite politik dan pejabat kita berasal dari masyarakat Indonesia juga. Kalau kita marah dan gemas memiliki pejabat dan elit politik yang tidak berkualitas, maka kita juga harus mau marah dan gemas memiliki masyarakat yang juga tidak berkualitas. Tidak mungkin seorang elite politik dan pejabat bisa muncul kalau rakyat tidak memilihnya. Barangkali emang bangsaku banar-benar sakit !!

No comments: