Wednesday, October 19, 2005
Ekstrimitas akibat Frustrasi Sosial
Wapres-ku yang lucu
Keheningan
"Keheningan memberi kita satu pandangan baru tentang segala sesuatu.
Kita membutuhkan keheningan untuk menyentuh hati." Bunda Teresa dalam buku Wahyudin, Bidadari dari Kalkuta (2004), hal 177.
Saturday, October 08, 2005
Dampak Dana Konpensasi BBM
Minggu ini saya membaca buku Nutrition : Diet and Theraupetic yang menjadi textbook untuk mata kuliah Nutrisi. Pada bab tentang Diabetes dijelaskan bahwa penduduk Indian Azores di Arizona merupakan komunitas yang paling tinggi persentasinya mengidap penyakit diabetes, sekitar 90%. Data ini bertolak belakang dengan Indian Azores yang tinggal di negara Mexico. Indian Azores di Arizona diisolasi pemerintah AS dalam reservation dan mereka diberi tunjangan oleh pemerintah. Mereka secara rutin mendapatkan bantuan hidup dari pemerintah. Hal ini dilakukan sebagai "balas budi" pemerintah AS pada penduduk asli benua ini.
Ternyata hasilnya adalah hilangnya etos kerja dan kemandirian, dan akhirnya mereka menjadi masyarakat yang sangat tergantung pada subsidi pemerintah. Tradisi kerja keras dan kemandirian yang telah dimiliki secara turun menurun, hilang dalam waktu yang relatif cepat. Mereka yang menjadi malas bekerja, pecandu alkohol dan perjudian. Berburu, budaya asli Indian untuk mencari nafkah telah hilang sehingga orang Indian Azores kurang exercise, dan keadaan ini diperburuk dengan konsumsi makanan barat yang banyak mengandung Carbohydrate dan Fat. Hal ini memicu tingginya persentase obesity pada suku ini, yang pada gilirannya memberi konstribusi pada tingginya prosentase diabetes.
Studi menunjukkan bahwa dengan adanya program bantuan sosial yang bertujuan untuk menghilangkan kemiskinan justru membuat orang-orang miskin menjadi sulit untuk keluar dari lembah kemiskinan. Studi membuktikan bahwa para pengangguran yang menerima subsidi cenderung berubah karakternya menjadi pemalas, enggan mencari pekerjaan dan hilang sikap kemandiriannya. Bukan itu saja, kebiasaan mendapatkan subsidi juga telah menumbuhkan sikap "menuntut hak", yang tentunya sikap ini bertolak belakang dengan sikap pengorbanan dan tanggung jawab. Sikap menuntut ini akan menimbulkan rasa ketidakpuasan, dan menimbulkan rasa marah.
Saya berusaha percaya kepada maksud baik pemerintah bahwa tidak ada maksud pemerintah membuat warganya menderita. Namun, tindakan-tindakan yang dilakukan terasa kurang strategis dan substansial. Pembagian uang Rp 100.000 per bulan untuk keluarga miskin terkesan laksana memberikan ikan dan bukan pancing. Atau, seperti Sinterklas membagi-bagi hadiah. Kalau itu diteruskan untuk waktu yang lama, bukan tidak mungkin ketergantungan jenis baru akan tercipta.
Saya mengerti bahwa posisi pemerintah saat ini sangat dilematis. Tulisan ini hanya memberikan inspirasi bahwa untuk menghapuskan kemiskinan jangan sampai mencegah tumbuhnya sikap-sikap : bekerja keras, mandiri, belajar bagaimana bekerja dengan jujur, berkepribadian kuat, bertanggungjawab terhadap masa depan anak-anaknya, menjadi warganegara yang tertib serta patuh hukum.