Monday, February 11, 2013
Mendamaikan Agama dan Sains: Part 2
Banyak di kalangan orang Kristen menganggap teori evolusi sebagai teori yang tidak ilmiah. Bukan hanya menyerang teori yang bersangkutan tetapi juga hingga penyerangan pribadi penulis dan pemikir evolusi. Salah satu alasan yang dimunculkan adalah adanya perbedaan pendapat antara ilmuwan yang satu dengan pandangan ilmuwan yang lain. Padahal kalau mau jujur kisah penciptaan dalam buku Kejadian yang diajukan kreasionis sebagai solusi asal usul flora dan fauna mengandung banyak polemik. Misalnya, adanya kontradiksi kisah penciptaan dalam Kejadian 1 dan Kejadian 2.
Satu hal yang menarik dalam evolusi, pengikut teori evolusi juga harus mengakui bahwa beberapa argumen dan bukti yang diajukan oleh Darwin pada kenyataannya memiliki kelemahan data primer. Salah satu kelemahan teori evolusi adalah ketidaklengkapan bukti fosil yang memberikan petunjuk adanya transformasi antar kelompok makhluk hidup. Hal ini berdampak besar dalam beberapa cabang ilmu pengetahuan. Dalam Biologi misalnya, ketiadaan fosil mempersulit penyusunan filogeni Mamalia dan Tumbuhan berbiji. Padahal selama ini evolusi dianggap sebagai senjata pamungkas untuk menjelaskan perkembangan Mamalia dan Tumbuhan.
Ketidaklengkapan bukti fosil yang disebutkan diatas bagi sebagian penganut kreasionisme sebagai bukti bahwa evolusi seperti disampaikan Darwin tidak pernah terjadi. Evolusi hanya sebuah teori bukan sebuah fakta yang kebenarannya masih diragukan. Dalam hal ini penganut kreasionisme benar karena pada hakikatnya evolusi tidak akan pernah dapat sepenuhnya dibuktikan. Evolusi adalah proses yang bagian terbesarnya “tertinggal” di masa lampau, terlalu kompleks untuk dianalisis di dalam laboratorium.
Dalam hal asal-usul manusia, para kreasionis mengecam teori evolusi sebagai ancaman terhadap agama karena dianggap mengingkari keyakinan bahwa manusia pertama adalah Adam. Adam bukanlah kera dan dalam hal ini kita sepakat dan juga kita meyakini bahwa Adam adalah nenek moyang kita. Namun, kritik juga harus disampaikan kepada mereka yang menyebutkan bahwa Darwin berteori tentang kera sebagai asal muasal manusia. Bisa jadi ini adalah apriori berlebihan terhadap teori Darwin oleh sebagian pengkritik yang sebenarnya tidak atau belum membaca buku hasil karya Darwin.
Dalam The Origins of Species, Darwin tidak membahas bahwa manusia berevolusi dari kera, gorila atau simpanse. Jika kita membaca teliti buku The Origin of Species, tak akan ditemukan Darwin berkata asal-usul manusia adalah kera. Teori Darwin memang mencoba gagasan bahwa manusia mungkin berasal dari nenek moyang yang mirip dengan kera sebab beberapa ciri pada manusia ternyata juga dimiliki oleh kera dan kerabatnya. Apakah “mirip” dengan kera harus berarti kera?
Entah siapa yang pertama kali mengeluarkan pendapat ekstrim kalau Teori Evolusi Darwin menyebutkan manusia berasal dari kera. Buku lain mungkin demikian, tapi The Origin of Species milik Darwin tidak bercerita tentang itu. Sebaliknya dalam buku itu Darwin justru “mengakui” masih kebingungan mencari hubungan antara nenek moyang kita dengan kera, gorila atau monyet. Meski memang dia memaparkan kenyataan bahwa ada sebagian ciri pada tubuh kita yang juga dimiliki oleh kera atau gorila.
Dalam bukunya, Darwin secara tersirat mengakui kekurangan-kekurangan teori evolusinya. Jadi mereka yang menyebutkan Darwin dan teori evolusinya menyimpang karena mendefinisikan manusia berasal dari kera adalah sebuah “persepsi” yang terlalu dini atau bahkan cenderung emosional. Persepsi dan emosi yang awalnya wajar namun sering digiring kepada masalah keyakinan seseorang. Sayangnya, mereka yang memiliki kecerdasan tinggi tentang agama dan ilmu pengetahuan justru terlanjur terjebak pada kubu “pro” dan “kontra” dan melupakan tugas sesungguhnya yaitu “menarik kesimpulan”.
Labels:
Evolution,
In the Beginning,
Philosophy
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment