Tuesday, September 19, 2017
Paradoks dalam Keintiman (1)
Bagaimana mendamaikan kebutuhan akan keamanan dan kebutuhan kita untuk berpetualang menjadi satu hubungan yang penuh gairah?
Monday, August 21, 2017
Contraflow
Kalau memang kehendak tidak sejalan dengan kenyataan.
Monday, March 20, 2017
Bapak, Aku Pulang !
Bapak dimana?
Bukannya bapak berjanji menungguku?
Apakah penantianmu terlalu lama?
Apakah bapak lelah menungguku?
Kemana aku mencarimu, pak?
Akankah kugali gundukan itu?
Dan pencabut papan namamu?
Hari ini aku menemuimu, pak
Di bawah kamboja dan nisanmu
Mengenang segala kata dan janjiku kepadamu
Tapi seolah kau hanya utus jangkrik untuk memejamkan lelahku
Aku ingin bapak penghapus basah di tatapku
Walau barang sekali.
Monday, November 16, 2015
Cinta Sekerat
Sayangku,
Seandainya hari ini hari terakhir buatku,
izinkan aku menatap wajahmu.
Agar aku dapat bernafas
mencium harummu.
Lengkungan tujuh warna warni menghiasi langit selepas hujan.
Bagai bentang selendang mayang.
Selepas pergi,
ku yakin kau akan dapat melihat keindahan hidup ini.
Thursday, May 28, 2015
Kisah Dibalik Eksekusi Gembong Narkoba (2)
Wednesday, May 27, 2015
Kisah Dibalik Eksekusi Gembong Narkoba (1)
Kutipan lagu Mahadewa Band di atas dikarang musisi Ahmad Dani berjudul “Cinta Itu Buta” sangat manusiawi dan menyentuh hati. ”Lagu Cinta Itu Buta” mengingatkan kita, ketika jatuh cinta apapun dapat dikorbankan, rasionalisasi hilang dan kenyataan hidup terlihat hanya seperti ilusi.
Friday, March 13, 2015
Jangan Menangis Sayang
Ku lihat facebook wall mu yang aktif sepanjang malam.
Berarti engkau tidak tidur juga semalaman.
Aku bayangkan dalam dinginnya gelap
Tangisan mu melarut pilu
Dalam harunya lautan malam
Seakan hendak bercerita
Gadisku terisak untuk melepas kesedihan.
Keringkan pipimu, sayang…
Usah benarkan tangisanmu tercetus lagi di wajahmu
Walau terpaksa menangis di dalam hati…
Lebih baik begitu
Jangan menangis sayang
Perpisahan ini bukan dipinta
Terpaksa kita merelakannya
Terimalah kehendakNya, walaupun pahit untuk ditelan
Sayangku...jangan menangis lagi…
Aku kan tetap menyayangimu
Ingatan dan rinduku mengiringimu selalu
Kasihku padamu tak mungkin terpadamkan
Jangan menangis sayang
Kenapa tangisanmu semakin laju?
Tetesan air matamu hanya menyayat pilu hatiku
Binalah hidup barumu…
Kuyakin kau dapat menempuhinya…
Walau tanpa kehadiranku
Friday, November 18, 2011
Lead us not into temptation
Kalau anda membaca blog ini, saya mau memperkenalkan diri sebagai orang yang sering jatuh terpeleset dan sesat. Saya menuliskan pengalaman saya ini sebagai intropeksi diri dan mungkin berguna pada orang lain agar tidak melakukan kesalahan yang sama.
Friday, August 26, 2011
Pesan untuk Sahabat

Sebagai sahabat pada malam ini aku ingin membagikan pengalaman masa laluku, yang barangkali suatu saat berguna untukmu.
Sahabatku, kamu masih ingat quotation dari Kahlil Gibran dalam note-ku beberapa hari yang lalu? " It is wrong to think that love comes from long companionship and persevering courtship. Love is the offspring of spiritual affinity and unless that affinity is created in a moment, it will not be created for years or even generations "
Friday, April 15, 2011
Katamu Padaku (bag 2)
Gimana ya saya bilang, ada benihnya saat itu, tetapi terus kamu pergi jauh. Kemudian orang lain menabir dan merawatnya, mungkin sekian persen masih ada dalam hati saya. Waktu akan menjawabnya.
Katamu Padaku
Kata mu pada ku, "aku tahu hati mu sama saya." Memang engkau sudah mengambilnya dulu entah kapan. Yang tinggal hanya jantung, usus, dan ginjalku. Kalau yang tinggal kini engkau ambil lagi, apalagi yang akan tersisa di diri ini. Apakah cukup dengan kulit pembalut tulang, dan rongga dada yang kosong melompong?
Sunday, January 16, 2011
Kacamata Bung Karno

Tujuan tulisan ini bukannya untuk membahas tentang ketelanjangan, bodi yang syur dan aduhai, yang membuat anda terangsang. Bukan... tetapi saya ingin mengajak anda untuk menggunakan jenis “kacamata bung karno” yang bukan hanya melihat citra superfisial tetapi lebih dari itu dapat melihat jauh lebih dalam.
***
Terbukti bahwa kemanusiaan kita menggiring kita hanya mampu untuk menyukai orang-orang yang memiliki persamaan dengan kita. Apakah persamaan dalam latar belakang, pendidikan, etnis, hobby, bahkan persamaan selera dan kesukaan. Semakin banyak persamaan kita dengan seseorang maka semakin tinggi tingkat kesukaan kita pada orang tersebut. Salah satu yang membuat kita seperti itu adalah program di otak kita. Otak kita sudah terprogram lewat pendidikan orang tua, guru, sekolah, dan lingkungan bahwa keadaa ideal, keadaan baik, orang yang tepat adalah sosok pribadi seperti yang kita miliki. Pribadi yang kita miliki adalah hasil pembentukan dari lingkungan, dan kemudian dari semua usaha trial and error maka kita memutuskan sikap terilaku tertentulah yang terbaik, dan inilah kemudian akan diadopsi. Ini menuntun kita bersikap bahwa bila ada orang lain yang berlaku tidak seperti kita maka sikap itu bukanlah perilaku yuang terbaik. Jadi dengan kata lain secara alami kita akan bersikap, “Kalau anda sama seperti saya maka saya akan mengasihi anda.”
Celakanya, kadang kita memandang seseorang dan dalam sepermilli detik kita sudah putuskan untuk menyenanginya atau tidak. Kita membuat keputusan bagaimana selanjutnya berintaksi dengan seseorang tanpa tahu sepenuhnya tentang orang itu. Seyogyanya, jangan segera menutup pikiran sehingga menutup kesempatan untuk mengenal orang lain. Jangan menghakimi orang lain atas pertimbangan yang superfisial, pertimbangan yang instant dan dangkal.
Selanjutnya, kita memperlakukan orang lain sesuai dengan bagimana kita memikirkan siapa dia. Bagimana kita men-judge orang lain berhubungan dengan bagaimana kita memperlakannya.
Seorang pemuda datang ke suatu gereja dengan memakai kaos oblong yang kumal dan celana jeans yang sudah dekil. Anggota-anggota merasa terganggu sebab mereka merasa bahwa si pemuda tadi tidak menghargai betapa pentingnya persiapan diri sebelum datang ke perbaktian. Anggota-anggota gereja kemudian menyampaikan keberatannya pada pendeta jemaat. Segera pendeta itu mendekati si pemuda tadi, dan dengan sopan pendeta katakan bahwa pemuda itu perlu menanyakan kepada Tuhan pakaian apa yang pantas untuk digunakan sebelum datang lagi ke gereja itu untuk berbakti. Pada pekan berikutnya pemuda itu muncul dengan menggunakan pakaian yang sama. Sang Pendeta segera mendatanginya dan berkata, “Saya sudah katakan bahwa anda perlu bertanya kepada Tuhan pakaian apa yang pantas anda pakai sebelum datang berbakti.” Kemudian pemuda itu menjawab, “Iya, saya sudah bertanya pada Tuhan, tetapi Tuhan katanya bahwa Ia juga tidak tahu sebab Ia tidak pernah hadir ke gereja ini.”
Berhentilah menghakimi orang lain atas menampilan mereka. Banyak orang yang pada penampilan luarnya seperti orang suci padahal di dalamnya seperti kotornya kuburan. Apa yang ada di dalam anda (dan diri seseorang) adalah lebih penting dari apa yang tampak diluar. Banyak orang yang berhati suci tetapi karena bertumbuh dalam latar belakang yang berbeda dengan anda maka penampilannya dan cara bicaranya berbeda dengan apa yang anda harapkan.
Kita kadang cepat menghakimi orang lain yang tidak sama seperti kita. Meskipun anda tidak sepenuhnya mengerti sesamamu jangan pernah menghakiminya. Kita mungkin tidak sependapat dengan oang lain tetapi itu tidak membuat kita berhenti untuk mengasihinya.
Terlalu banyak tembok-tembok yang dibangun dan sekat-sekat yang didirikan untuk memisahkan kita dengan orang lain. Banyak orang memandang rendah pada orang lain, sebab keyakinannya berbeda dengan dia. Kita harus memahami bahwa di surga tidak ada ruang terpisah untuk Islam, untuk Kristen, untuk Katolik, Untuk Adventist tetapi semuanya satu di bawah pohon Al-hayat.
Kita perlu memperbesar lingkaran cinta kita. Hilangkan kebiasaan untuk menjudge orang lain atas penampilan luarnya. Pakailah cara pandang yang dapat menembus citra superfisial, penampilan luar, tampilan sebatas kulit; yang dapat menembus hingga kepada hati.
Sunday, February 20, 2005
Konflik dalam Pernikahan

"RASANYA saya sudah memenuhi tanggung jawab saya sebagai suami. Saya menyediakan rumah tinggal, saya memberikan belanja bulanan, saya mau membantu pekerjaan rumah tangga manakala istri membutuhkannya." Demikian ungkapan kebanyakan suami yang bersedia mendampingi istri yang merasa memerlukan konseling perkawinan bagi perbaikan relasi suami istri.
"Saya heran, apalagi sih yang menjadi permasalahan istri saya, bagi diri saya semua berjalan cukup baik, dan tidak ada yang perlu diributkan lagi. Istri saya selalu mengatakan saya kurang komunikasi, padahal saya sudah mengatakan apa yang saya inginkan. Bila kemudian ia memaksakan kehendaknya, ya silakan saja, tetapi jangan salahkan saya kalau akhirnya saya juga memutuskan sesuatu tanpa persetujuannya, toh saya sudah mengomunikasikannya sebelumnya." Demikian lanjut para suami tersebut.
Dari ungkapan tersebut terasa ada jurang pemisah yang kurang dihayati pihak suami, sementara dari pihak istri merasa sering terkaget-kaget melihat reaksi/respons suami yang kurang dipahami atau di luar dugaan istri.
Keluhan istri atau protes istri akhirnya akan menjadi awal suatu pertengkaran, dan untuk menghindari pertengkaran biasanya istri atau suami memutuskan untuk terdiam seribu basa, tanpa membuka kesempatan penyelesaian konflik secara tuntas. Satu pasangan akan terdiam seribu basa karena merasa ungkapan/keluhan yang diutarakan hanya akan sia-sia saja. Kita bisa bayangkan pengaruh timbal balik berlanjut sebagai akibatnya.
Kemungkinan terbesar yang akan berkembang dalam kehidupan keluarga selanjutnya adalah terciptanya apatisme dari masing-masing pihak, dengan peluang paling ekstrem adalah bahwa masing-masing pasangan membina dunianya masing-masing. Kehidupan suami istri mejadi terasa rutin, menjenuhkan, dingin serta membuat kedua pasangan merasa tidak bahagia, karena inti keluarga penuh kasih terkikis sedikit demi sedikit, masing-masing sibuk sendiri, dan relasi intim antarpasangan pun pudar, hubungan antarsuami istri hanya sebatas pemenuhan tampilan sosial sebagai pasangan perkawinan. Iklim relasi semacam itu akan dengan sendirinya diperparah terkikisnya ketertarikan erotis-seksual di antara pasangan yang menurunkan bahkan memadamkan keinginan kedua pasangan untuk menjalin relasi intim suami istri.
Salah satu esensi dasar kehidupan perkawinan yang hilang tersebut akan mengimbas terhadap kesediaan antarpasangan untuk berbagi dalam berbagai permasalahan hidup lainnya. Perkawinan pun menjadi hanya sekadar pemenuhan formal tuntutan peran sosial.