Oil Palm Farm |
Sebenarnya aku tidak tahu banyak tentang politik,
ekonomi, dan kelapa sawit. Politik yang aku tahu hanya sebatas pileg dan
pilpres yang belakangan ini kuikuti lewat online streaming. Ekonomi yang aku
tahu hanya sebatas kolom-kolom debet kredit yang ku pelajari dahulu kala dimasa
di SMP dulu. Kelapa sawit yang kutahu adalah kebun milik pemerintah di sisi
jalan setapak menuju desa nenekku. Kebun dimana masa liburan sekolahku dulu
dihabiskan untuk mencari pelepah sawit untuk dijadikan kayu bakar. Kebun dimana
dulu pernah dikejar-kejar kerani kebun karena dipikir kami mencuri buah-buah
sawit yang indah itu. Selain itu, yang aku tahu kelapa sawit adalah salah satu
investasi favorit sebagian pejabat yang korup. Itulah yang aku baca di koran.
Kebenarannya tentu aku tidak tahu.
Kelapa sawit sejatinya bukan tanaman asli Indonesia. Menurut
ceritanya kelapa sawit berasal dari Afrika. Ditanam para bule-bule londo
sebagai tanaman hias di Kebun Raya Bogor. Warna buahnya yang memang indah:
kuning, orange, dan merah jingga; pelepahnya yang melambai bak pohon palma,
membuat tanaman ini cocok ditanam di tepi-tepi jalan sebagai tanaman hias.
Ternyata selain keindahannya, tanaman ini juga memiliki
keuntungan lain, yakni menghasilkan minyak. Konon kabarnya, kelapa sawit adalah
tanaman penghasil minyak nabati tertinggi dibandingkan tanaman-tanaman lain.
Oleh sebab itu, tanaman hias ini kemudian dibudidayakan untuk tujuan komersial.
Memang Tuhan itu baik pada negeriku, Ia menganugrahkan alam Indonesia yang
cocok untuk budidaya kelapa sawit. Berkah tersebut, tidak diberikanNya kepada
negara-negara di Afrika, sebagai asal tanaman kelapa sawit, maupun kepada
negara-negara di Eropa, sebagai bangsa pertama yang mengembangkan kelapa sawit.
Jadilah perkebunan kelapa sawit pertama berlokasi di Deli Serdang dan Aceh. Perkebunan
tersebut sebenarnya ada hubungannya dengan politik Cultuurstelsel sang kolonial. (Baca: Sistem Tanam Paksa.)
Pada masa penjajahan Belanda, bisnis kelapa sawit maju
pesat sampai bisa menggeser dominasi negara-negara Afrika. Pada waktu itu, Indonesia merupakan pemasok utama minyak
sawit dunia. Namun kemudian pada masa pendudukan Jepang, bisnis kelapa
sawit mengalami kemunduran sebab jepang lebih memilih biji jarak sebagai sumber
minyak dan energi. Begitulah ternyata anugrah Tuhan pada negeriku, justru
bangsa penjajahlah yang menikmati hasil keuntungan industri kelapa sawit
Indonesia, yakni sejak jaman kolonial hingga program nasionalisasi tahun 1959. (Baca: Nasionalisasi perusahaan Belanda di Indonesia)
Setelah program nasionalisasi, pemerintah mengambil alih
perkebunan. Alih-alih kelapa sawit digunakan untuk kepentingan rakyat banyak,
industri ini hanya dinikmati oleh sekelompok orang. Untuk mengamankan jalannya
produksi dan alasan politik dan keamanan, pemerintah meletakkan perwira militer
di setiap jenjang manejemen perkebunan. Pemerintah juga membentuk BUMIL (Buruh
Militer) yang merupakan kerja sama antara buruh perkebunan dan militer.
Perubahan manejemen dalam perkebunan dan kondisi sosial politik serta keamanan
dalam negeri yang tidak kondusif, menyebabkan produksi kelapa sawit menurun dan
posisi Indonesia sebagai pemasok minyak sawit dunia terbesar digeser oleh
Malaysia.
Pada masa pemerintahan Orde Baru, pembangunan perkebunan
diarahkan dalam rangka menciptakan kesempatan kerja. Bisa dikatakan bahwa
industri kelapa sawit kurang berkembang. Pada tahun 1980, luas lahan hanya mencapai
294.560 Ha.
Pada akhir tahun 1980-an, Indonesia mencanangkan program
PBSN (Perkebunan Besar Swasta Nasional), pengembangan perkebunan kelapa sawit
dimulai kembali. Perkebunan besar secara
bersamaan diminta untuk membangun perkebunan untuk rakyat melalui program kebun
Inti-Plasma (Nucleus Estate Smallholder). Program ini kemudian dikembangkan
lebih luas yang disinergikan dengan Program transmigrasi (PIR-TRANS). Sejak itu
lahan perkebunan kelapa sawit Indonesia berkembang pesat terutama perkebunan
rakyat. Hal ini didukung oleh kebijakan Pemerintah yang melaksanakan program
Perusahaan Inti Rakyat Perkebunan (PIR – BUN). (Baca: Pertumbuhan Produksi Minyak Sawit Indonesia 1964-2007. )
Luas areal tanaman kelapa sawit terus bertambah. Permintaan
produk olahan terus meningkat. Ekspor minyak sawit (CPO) Indonesia antara lain
ke Belanda, India, Cina, Malaysia dan Jerman, sedangkan untuk produk minyak
inti sawit (PKO) lebih banyak diekspor ke Belanda, Amerika Serikat dan Brazil.
Akankan negeri ku akan makmur oleh tanaman anugrah Tuhan
ini ? atau bagai ayam mati kelaparan di lumbung padi?
Artikel selanjutnya: Kelapa Sawit: Tinjauan Politik dan Bisnis (2)
No comments:
Post a Comment