Dalam beberapa minggu terakhir ini marak penutupan gedung-gedung ibadah Kristen di beberapa tempat di Jawa Barat dan Banten. Berita yang kami dengar di Sacramento bahwa aksi ini dimotori oleh Aliansi Gerakan Anti Pemurtadan (AGAP). Peristiwa seperti ini mudah dianggap sebagai "konflik" Kristen dan Islam sehingga banyak orang menjadi gelisah mengenai masa depan bangsa kita, ketika aksi-aksi penutupan gedung-gedung ibadah berlangsung terus.
Aksi-aksi itu dilakukan oleh kelompok-kelompok yang bukan alat-negara. Ada kesan, bahwa setiap orang atau kelompok boleh saja mengambil tindakan terhadap orang atau kelompok lain yang tidak disenanginya, atau yang dianggapnya tidak memenuhi aturan-aturan yang berlaku. Kalau kecenderungan ini terus berjalan, bukan tidak mungkin negeri kita akan terjerumus ke dalam chaos dan anarkisme.
Saya menangkap bahwa penutupan gereja ini adalah sekedar dalih untuk mengerem pertumbuhan umat Kristen. Menurut Muhammad Mu'min pimpinan AGAP pada Laporan Utama Majalah Tempo Edisi 11 September 2005 bahwa aksi mereka adalah merespons munculnya gereja liar yang subur di Indonesia. Menurut Mu'min Kristenisasi dilakukan dengan iming-iming uang dan bantuan lain. Menurut catatan kami, bubuhnya, beberapa tahun terakhir ini sudah lebih dari 10 ribu orang Islam di Jawa Barat yang pindah ke Nasrani. Ini harus dilawan.
Agama-agama saat ini entah itu Kristen, Islam atau Yahudi sudah terjebak dalam kompetisi mendongkrak jumlah pengikutnya dengan cara-cara seperti orang jualan jamu di pasar malam. Orang gemar berteriak: ”Agamaku yang nomor satu. Agama orang lain sesat dan keliru”. Konyolnya, jualan jamu itu sering disertai dengan kebencian pada umat beragama lain. Suara-suara bising penuh marah dan kebencian pada umat beragama lain itu sering disuarakan dari mimbar di tempat ibadah. Akibatnya tempat ibadah sering dijadikan sebagai pasar untuk menyebarkan kebencian. Sering kebencian atas umat lain disertai dengan legitimasi seolah-olah hal itu merupakan kehendak Tuhan sendiri. [Baca]
Seharusnya tempat ibadah bukan semakin memisahkan manusia dalam sekat-sekat kebencian tetapi menjadi penyebar semangat kemanusiaan. Tempat ibadah harus pro kemanusian sehingga Tuhan berkenan tinggal di dalamnya. Ebiet G Ade pernah bernyanyi :”Tuhan ada di sini, di dalam jiwa ini, bercermin dan banyaklah bercermin”. Entah bagaimana Tuhan melihat kompetisi ini.
No comments:
Post a Comment